Showing posts with label trends. Show all posts
Showing posts with label trends. Show all posts

Sunday, February 5, 2017

#32 Spring spring!


Baru saja lewat ground hog day, serasa sudah tak sabar menanti musim semi tiba. Tahun 2016 dan 2017 serasa lewat begitu cepat. Entah ini tanda-tanda ketuaan diri atau tanda-tanda menjelang akhir dunia. Cuaca pun berubah-ubah  tak menentu. Musim dingin paling aneh yang pernah saya rasakan selama hidup. Satu hari suhu mencapai 60 derajat Fahrenheit dan keesokan harinya turun drastis ke 19 derajat Fahrenheit. Hari berikutnya hujan seharian di kisaran 30an derajat Fahrenheit.

Bulan Februari yang biasanya penuh dengan salju kini kering kerontang, kadang sangat dingin kadang terang benderang dan panas seharian. Entah bagaimana jadinya nanti musim panas tahun ini?! Mudah-mudahan tak terjadi kekeringan besar-besaran di berbagai tempat nanti.

Musim semi di Amerika Serikat terasa berbeda dengan musim semi di Jepang. Tak ada hanami, tak ada piknik masal di bawah pohon Sakura/ Japanese Cherry yang bermekaran sambil makan dan minum, berkaraoke, bahkan mabuk sake atau bir. Orang Jepang menikmati hanami hampir merata di seluruh Jepang. Sementara di Amerika Serikat, suasana musim semi berbeda antara satu State dengan lainnya. Adakah bunga kebangsaan musim semi? Hmmm...rasanya tak ada, karena bunga yang bermekaranpun tergantung zonenya. Ada 26 zone cocok tanam di Amerika Serikat. Tiap zone mempunyai jenis bunga yang bisa tumbuh dan mekar di daerah tersebut.

Amerika Serikat daratannya sangat luas meskipun tak seluas Rusia atau Canada. Daratan Amerika Serikat lebih luas wilayahnya dari China. Indonesia menduduki urutan ke 15 di bawah Saudi Arabia, karena mayoritas wilayahnya adalah laut dan lautan.

Kembali ke musim semi. Bila Jepang memiliki hanami sebagai event utama di musim semi, di Amerika Serikat juga ada tempat-tempat tertentu yang merayakan kedatangan musim semi dengan Spring Festival Events. Di Washington D.C. dirayakan Japanese Cherry Blossom Festival sejak tahun 1934. Selain Washington D.C., Macon, Georgia juga punya festival serupa. Selain bunga Sakura, orang Amerika Serikat mempunyai festival bunga tulip, bunga, mawar dan bunga Lilac.

Tapi tetap saja suasana festival sangat berbeda dengan suasana hanami. Meskipun sama piknik, orang di Amerika Serikat suka piknik dengan makanan potluck atau buffet atau barbecue. Sementara di Jepang, untuk hanami orang membuat atau membeli bento spesial hanami. Bagi yang ingin mencoba membuat sendiri bisa dilihat di link hanami bento. Tinggal disusun secara cantik dalam kotak-kotak bento dan disajikan sambil piknik memandangi bunga yang bermekaran. Bisa sambil menyanyi atau karaoke di taman. Jauh dari taman? Pikniklah di halaman sendiri!

Aaaah...matahari bersinar terang di luar. Saya keluar dulu, ya! Mau mencari kehangatan sang surya!

Louisville, 5 Februari 2017.

Hani 💓

Wednesday, February 5, 2014

#26 Queen; My songs and theirs, too.




Masa Kecil, Lagu dan Musik
Waktu saya kecil, tak seperti orang tua teman-teman saya yang hobi nyanyi dan musik, orang tua saya tak terpengaruh dengan trend musik yang sedang in saat itu. Ayah saya senang mendengarkan keroncong atau lagu Melayu, tapi sehari-harinya beliau lebih sering memutar tape lantunan ayat suci Al Qur'an. Ibu saya hampir tak pernah mendengarkan lagu atau musik, atau menyanyi. Beliau ikut saja saat ayah mendengar lagu atau menonton acara musik di TV.

Sayapun besar dengan lagu hafalan sekolah. Semua lagu A.T. Mahmud atau lagu Bu Kasur masuk di dalamnya. Lagu yang paling hafal? Indonesia Raya dan semua lagu Nasional untuk upacara! Ada teman yang penasaran, kok bisa-bisanya saya hafal semua lagu wajib untuk upacara. Mereka saja yang tak tahu, kalau lagu-lagu itu bisa saya hafal dengan mudah karena serumah membantu saya. Geli rasanya, setiap ada lagu baru, dari ayah, ibu, tante sampai semua yang ada di rumah membantu saya menghafalnya, seperti sama wajibnya menghafal Al Qur'an. Saya akan menyanyi di kamar, di kamar mandi, di atas pohon, pagi siang malam. Pastinya tetangga sampai hafal dengan suara saya deh, ihiks.

Hasilnya ada memang, selalu masuk tim Paduan Suara sekolah meskipun tak pernah ikut Bina Vokalia. Hampir jadi penyanyi, Alhamdulillah ndak, ketika ada yang menawarkan ke ortu untuk membina saya. Untung saya saat itu masih imut dan di bawah umur jadi NO, jawab orang tua. Kalau nyanyi lagu Nasional dan untuk upacara atau sekolah wajib, tapi nyanyi untuk ditonton, NO WAY lah. Maklum, kami sekeluarga besar dengan pemikiran yang simple saja, sedapat mungkin menjauhi yang tak dicontohkan oleh Rasulullah.

Saat Remaja
Jadilah saat di SD, tak satupun penyanyi yang jadi idola saya, meskipun begitu saya ikut ibu saya mendengarkan lagu-lagu Rafika Duri, Andi Meriem Matalatta atau Bimbo. Saya senyum-senyum saja saat pesta atau kumpul-kumpul dengan teman. Teman saya hampir semuanya hafal lagu penyanyi idola mereka. Mereka saja yang tak tahu, saya tak hafal satu lagupun! Paling banter saya kenal nama dan bagian chorusnya saja.

Sejak SMP, barulah saya mendengarkan lagu dari radio. Saat semua teman jadi fans berat Prambos, saya memilih dengar ElShinta, eh gak mau ikut arus lah ya. Begitu mereka pindah trend, saya teteup aja gak pindah saluran, bukan karena idola, karena ribet, paling pindah ke stasun lain yang acara past by midnightnya gak ada iklannya. Tapiiii, saya tetap tak hafal satu lagupun! Saya tak pernah membeli kaset tape lagu, karena saya tak menganggapnya perlu. Tapi teman-teman saya tak tahu, karena saya bisa mengikuti pembicaraan mereka. Saya memang tak punya kaset tape atau VHS penyanyi yang sedang trend, tapi saya selalu membaca majalah Seventeen dan Rolling Stones. "Gile lu bacaannya," saat ketahuan teman membeli majalah impor di Ratu Plaza. Saya senyum saja. Harga satu majalah bisa dipakai untuk membeli selusin tape, juga bisa mengkaver ketertinggalan saya dari semua yang berbau trendy. Impaslah.

Saat SMA, saya pindah sekolah ke pinggir kota. Mayoritas pelajarnya dari dua SMP, SMP 68 atau SMP 85. Mereka sangat kompak dan rata-rata aktif di Pramuka atau PMR. Semuanya fans berat Beatles. Sementara, saya dari SMP dengan beda cita rasa musik. Saya lebih suka Bon Jovi, Duran Duran, Phil Collins dan tentu saja Queen.

Lagi-lagi saya tak hafal satupun lagu-lagunya! Saya modal radio saja mendengarkan lagu-lagu tersebut, tak seperti teman-teman saya yang sampai mempunyai buku lagu dengan semua lirik dan notasi untuk main gitarnya. Mereka begitu berdedikasinya sampai tahu segala seluk beluk penyanyi dan latar belakang lagunya. Semua sampai kalah deh fans K-Boys sekarang! Hehehe...

Teman-teman saya masih menjadi fans berat dan setia dari penyanyi pujaan saat itu! Termasuk adik saya. Setiap ada konser atau acara digelar di Jakarta, mereka pasti muncul paling depan, atau bahkan jadi promotor acaranya!

Saya sekarang, Lagu, Musik
Sekarang saya jarang menyanyi. Suami dan anak-anak saya sangat peka telinganya. Mereka tak suka kalau saya ikut menyanyi saat ada lagu melantun. Ndak menghargai yang menyanyi kata mereka. Kalau mau menyanyi menyanyilah sendiri. Lha, sampai sekarang tak satu lagupun yang saya hafal! Paling banter hanya chorus satu lagu! Seringkali hilang semuanya dari memori.

Ingat saat tinggal di Jepang, seringkali kena tembak giliran nyanyi di Karaoke. Lagi-lagi saya ndak pernah punya CD lagu. Duh gimana nih, sementara saya gak mau buang uang buat beli CD yang gak bakal saya dengerin. Demi menjaga jangan sampai malu di depan umum, akhirnya deh sekali-sekali ikutan teman praktek karaoke! Lucu kalau ingat saat itu. Dengan $10 perjam bisa nyanyi sepuasnya. Ada tapinya, saya ndak tahu ternyata kalau lagu yang baru cuma muncul di tempat karaoke yang mahalan yang $30 sejamnya. Jadi setiap ada acara karaokean, saya bisanya lagu-lagu lama, model lagunya Teresa Teng atau Misora Hibari. Lagu nenek-nenek! Huaaaaa! Setelah hampir selesai masa studi baru deh bisa nyanyi lagu-lagu yang agak baruan.

Selama tinggal di USA, saya ndak pernah beli CD, karena sudah zaman download lagu sekarang. Kalau mau dengar satu lagu tinggal beli dari Amazon atau aneka store seperti iTunes. Lagi-lagi, saya masih tak hafal satu lagupun! Duh, gimana ya?

Tapi ada satu kejadian yang membuat saya terharu. Saya pernah mengunjungi seorang nenek yang usianya hampir 90 tahun. Saat beliau muda, dia suka menyanyi terutama lagu-lagu keagamaan. Sang nenek adalah seorang Yahudi reformis yang fanatik. Entah apa yang membuatnya memutar CD lagu-lagu keagamaan. Namun lagu-lagu itu seperti lantunan orang mengaji, dan seperti lagu gereja juga, sehingga tanpa sadar saya bisa mengikutinya. Sang nenek memeluk saya erat  sambil berlinangan air mata! "Kau genius! Kau seharusnya menjadi penyanyi Opera atau Cantor!" "Berpuluh tahun saya coba mengajarkan pada anak-anak saya, tak ada satupun yang bisa menyanyi seperti yang saya ajarkan, tapi kau belum pernah mendengarnya, bahkan tak bisa Yiddish atau Hebrew, tapi kau bisa langsung mengikutinya!"

Sejujurnya, saya tak tahu  dan tak hafal lagu-lagunya. Saya hanya bernyanyi seperti saat di karaoke, survival karena tak hafal dan tak tahu lagunya, jadi hanya improvasi semata, lha kebetulan lagu 3 CD kok ya bisa pas cengkoknya.

Tadinya, hanya satu yang lumayan bisa dishare antara saya dan anak-anak, lagu-lagu Queen! Akhirnya saya coba kenalkan pada mereka lagu-lagu lama yang saya pernah dengar. Di luar dugaan, banyak lagu yang mereka suka, lalu mereka browse sendiri. Thanks to Wiki dan Youtube. Sama seperti saya, mereka tak punya CD atau iPod, tapi mereka improvisasi dengan knowledge mereka sendiri dengan riset dari berbagai sumber. Saya kenalkan mereka juga dengan sejarah musik dan berbagai aliran musik di berbagai tempat dan masa. Sekali-sekali saya dan anak-anak bernyanyi bersama, dari O Mio Babino Caro, sampai I got a move like Jagger.

Saya tak pernah minder karena tak tahu lagu-lagu trendy. Juga tak pernah minder, karena tak punya kaset, CD, DVD atau berbagai alat musik lainnya. Saya menghargai lagu dan musik sebagai karya seni dan itu yang saya ingin teruskan kepada anak-anak saya, agar mereka respek dan menghargai lagu dan musik sebagai karya seni. Walau pada akhirnya, karya seni yang terindah adalah Al Qur'an.

Semoga anak-anak sayapun dapat mencapai ke tingkatan mendedikasikan diri kepada karya seni yang tertinggi dan terindah di dunia ini. Insya Allah. Aamiin Ya Robbal 'Alamiin.


Louisville, Februari 2014

Hani

Sunday, February 2, 2014

#25 Expiration Date for Friendship?

 
Demam Cari Alumni
 
Beberapa hari yang lalu, masih dalam suasana demam tahun baru, saya mengontak teman lama sewaktu studi di Jepang. Saat saya mengontak mereka, sayapun teringat dengan teman-teman dari berbagai bangsa yang mengikuti training di Jepang. Duh senangnya, saat satu persatu menemukan teman-teman lama!
 
Ternyata waktu dan jarak yang memisahkan saya dan teman-teman tak menghapus kenangan manis saat kami bersama. Ternyata kenangan baik saja yang muncul dari memori. Alhamdulillah. Senang mengetahui banyak teman yang sudah berhasil dalam karir dan kehidupan. Meskipun banyak yang belum terup-date  datanya terkini, namun di balik sanubari terdalam terucap pengharapan agar mereka sehat selalu dan menjalani kehidupan sebaik-baiknya.
 
Saya; Sepi dalam keramaian
 
Bagi perantau seperti saya, dunia saya sangat kecil. Sehari-hari saya hanya bertemu dengan anak dan suami. Sesekali bertemu teman kuliah, sesekali bertemu orang saat belanja di supermarket, atau menyapa satpam di gedung kampus dan perpustakaan. Memori perantau terpantek saat terakhir bertemu atau berkunjung ke sesuatu tempat. Sementara waktu terus berputar, dan kitapun bergerak, berubah.
 
Saat saya masuk SMP, saya terputus komunikasi dengan teman TK dan SD. Melanjutkan ke SMA, komunikasi saya terputus dengan teman SMP, kecuali dengan teman SMA dari SMP yang sama. Saat melanjutkan kuliah, saya bertemu kembali dengan teman baik dari TK sampai SMA.
 
Namun, entah kenapa, saat kuliah, saya seperti terputus komunikasi dengan hampir semua teman yang ada. Saya sibuk antara kuliah, bekerja dan giliran menjaga adik yang bolak-balik dirawat lama di RS, sampai meninggalnya. Begitu terfokusnya saya dengan urusan sendiri, sampai-sampai saya tak terlalu memikirkan tentang indahnya masa kuliah. Akhirnya kelas saya selesaikan di tahun ke tiga, dan sambil menulis skripsi, saya bekerja di tahun keempat perkuliahan.
 
Saya; Pertapa
 
Dari satu waktu, ke waktu yang lain, dari satu tempat ke tempat yang lain, saya hidup seperti pertapa. Bagaimana tidak? Selalu ada saja hal yang membuat saya jauh dari keramaian. Saya jadi teringat opini mereka yang anti sosmed, intinya punya teman satu tapi real lebih berharga dari punya teman sejuta tapi sosmed semua.
 
Waduh! Teman real saya sekarang tak lebih dari jumlah jari jemari saya. Itupun biar sekota tak mudah untuk berjumpa. Saya bukan tukang ngobrol yang suka telpon-telponan, atau chatting atau berbalas texting.
 
Saya; Facebook
 
Teman di fb saya berubah jumlah tergantung suasana hati. Saya pernah punya kontak 2000 orang hanya untuk bisa naik level di Mafia War. Xixixi, saat itu sedang tarik tambang dengan suami supaya mendapat lampu hijau untuk kuliah lagi. Setahun lebih saya main MW, FV, dan 2-3 games yang ada di fb. Saat 'nge-game' saya sampai riset semua tips and tricknya, sampai dalam waktu 3 bulan level saya sudah menuju angka ribuan, sampai-sampai diadd oleh para suhu gamer. Xixixi, mungkin ada beberapa yang masih jadi kontak saya sekarang.
 
Tarik tambang menghasilkan lampu hijau suami untuk kuliah! Cihui! Alhamdulillah. No Ph.D.! kata suami. KELAMAAN! Xixixi. Tapi, ada tapinya. Stop semua fb games, dan hapus semua kontak gamer. Oh lalala! Demi demikian, akhirnya saya pangkas habis semua kontak gamer, kecuali yang memang teman sekolah. Saya ndak sempat minta maaf, atau ba bi bu, lha gamer kan konsennya saat nge'game' kan. Ribet nanti kalau sudah masuk wilayah personal.
 
Lalu sempat juga demam event ini atau event itu, ikut group ini dan group itu. Hasilnya, saya mungkin satu-satunya yang ndak bisa meet-up atau kopi darat dengan semua. Kembali deh, saya tetap jadi pertapa. Serasa dunia saya malah semakin menciut.
 
Melanda deh yang namanya pemangkasan alias bersih-bersihan kontak di fb. Bukan sekali dua kali saya bebersih juga, terutama akun yang non-aktif, atau yang postingannya miring-miring. Eh, ternyata saya juga termasuk yang 'dipangkas' xixixi! Gubraks! Gak sekali dua kali, sering kali!
 
Kalau yang memangkas saya memang ndak pernah kenal, ndak ada ilfil deh di hati. Tapiiiiii, kalau tahu yang memangkas nih temen kuliah dulu, atau tetangga pojok jalan yang sekarang dah jadi kaya raya, ternama dan super popular, rasanya gimana gitu! Bikin hati jadi bertanya-tanya, kenapa ya? Kita salah apa ya sama dia? Ooh, memang salah besar kok, pernah pinjam barang belum terkembalikan. Nah lo, bagaimana nih? Meskikah berulang kali meminta maaf sampai ybs rela memaafkan?
 
Sering kali saya baca, kontak saya bebersih kontak yang ndak pernah menyapa, ndak pernah komen, ndak pernah kirim PM atau inbox message, atau ndak pernah chatting atau telpon langsung dengannya. Saat terbaca status itu, saya 'nyengir kuda' deh. Semua kategori itu klop sekali dengan saya! Saya ngelike yang pas kelihatan aja, jarang komen, jarang PM atau kirim inbox message, hampir ndak pernah chatting apalagi telpon langsung!
 
Saat teringat teman-teman di Jepang, saya jadi terfikir. Bagaimana ya reaksi mereka setelah sekian lama tak ada kontak sama sekali. Maklum, saya bersekolah di sana sebelum masa sosmed ada. Untuk internetan saja masih pakai dial-up. Begitu kembali ke tanah air, baru mulai boomed warnet dan internet café, tapi ya itulah, babar blas hilang semua kontak. Ternyata, Allah Maha Pengasih dan Penyayang! Surprise! Very nice surprise! Serasa kembali muda lagi dan bernostalgia.
 
Saya; Sosial Media
 
Setiap kali saya pindah ke suatu tempat, ada saja kejadian yang membuat saya terputus hubungan dengan teman di tempat sebelumnya. Bagi saya yang bertapa di tengah keramaian, sosmed menjadi jendela dunia. Banyak orang-orang yang saya kenal, dulu, yang masih bisa saya baca statusnya atau saya lihat fotonya. Banyak saudara yang sudah puluhan tahun tak jumpa, bisa saling menyapa di sana. Banyak pula yang masih terus saling melihati tanpa komen dan pesan, kadang masih me'like', namun saya dapat merasakan ketulusan pengharapan untuk kebaikan.
 
Buat saya, teman sekolah di manapun berada adalah teman. Teman bermain saat kecil sampai kini adalah teman. Teman mengaji di manapaun berada adalah teman. Teman menuntut ilmu, bahkan sampai hanya untuk belajar sebuah hal yang kecil dan remeh adalah teman.
 
Teman yang saya peroleh dari dunia maya adalah teman, meskipun kadangkala ada fluktuasinya. Agaknya, buat kontak fb, pertemanan saya terbatas sampai saya dipangkas dari lingkaran teman nyata. Padahal sejujurnya, bila lingkaran teman nyata itu diterapkan dengan rigid, kontak saya hanyalah sebatas jari jemari saja. Dan lebih sejujurnya, saya bahkan jarang komen, menyapa, me'like' atau mengirim PM dan inbox message pada teman sekota saya sekarang! Jadi saya ini contoh murni dari kontak yang tak real, xixixi!
 
Saya; Friendship
 
Ada orang yang berkata bahwa kita harus selektif dalam berteman. Banyak teman di kelas saya sekarang yang berprinsip, sekelas belum berarti berteman. Sementara saat saya tinggal di Jakarta, dan di Tokyo serta Chiba, teman sekelas adalah teman meskipun kita tak pernah dekat, meskipun kita tak pernah jumpa, meskipun mungkin kita tak pernah tahu kehidupan pribadinya. Meskipun, mungkin kita tak mau menjadi kontak fbnya !
 
So, bagi saya susah mengatakan bahwa friendship ada expiration datenya. Sekali menjadi teman, akankah terus menjadi teman? Insya Allah, selama masih terus berada di jalan kebenaran dan kebaikan utnuk dunia akherat. Semoga!
 
By the way, mohon saya dimaafkan untuk semua kekhilafan lahir batin, baik yang pernah saya pangkas dari fb atau yang pernah memangkas saya dari fb, dan semua yang mengenal saya baik hanya nama, hanya cerita sampai yang benar real teman yang pernah jumpa. Saya bisa berkata tak ada expiration date for friendship!
 
Louisville
Februari 2014

Hani

For: Ida Ayu Mustika Dewi, Savitri Handayani, Anna Herlina dan Ratna Sari, we met in Worcester, MA. Love, you all!