Wednesday, February 5, 2014

#26 Queen; My songs and theirs, too.




Masa Kecil, Lagu dan Musik
Waktu saya kecil, tak seperti orang tua teman-teman saya yang hobi nyanyi dan musik, orang tua saya tak terpengaruh dengan trend musik yang sedang in saat itu. Ayah saya senang mendengarkan keroncong atau lagu Melayu, tapi sehari-harinya beliau lebih sering memutar tape lantunan ayat suci Al Qur'an. Ibu saya hampir tak pernah mendengarkan lagu atau musik, atau menyanyi. Beliau ikut saja saat ayah mendengar lagu atau menonton acara musik di TV.

Sayapun besar dengan lagu hafalan sekolah. Semua lagu A.T. Mahmud atau lagu Bu Kasur masuk di dalamnya. Lagu yang paling hafal? Indonesia Raya dan semua lagu Nasional untuk upacara! Ada teman yang penasaran, kok bisa-bisanya saya hafal semua lagu wajib untuk upacara. Mereka saja yang tak tahu, kalau lagu-lagu itu bisa saya hafal dengan mudah karena serumah membantu saya. Geli rasanya, setiap ada lagu baru, dari ayah, ibu, tante sampai semua yang ada di rumah membantu saya menghafalnya, seperti sama wajibnya menghafal Al Qur'an. Saya akan menyanyi di kamar, di kamar mandi, di atas pohon, pagi siang malam. Pastinya tetangga sampai hafal dengan suara saya deh, ihiks.

Hasilnya ada memang, selalu masuk tim Paduan Suara sekolah meskipun tak pernah ikut Bina Vokalia. Hampir jadi penyanyi, Alhamdulillah ndak, ketika ada yang menawarkan ke ortu untuk membina saya. Untung saya saat itu masih imut dan di bawah umur jadi NO, jawab orang tua. Kalau nyanyi lagu Nasional dan untuk upacara atau sekolah wajib, tapi nyanyi untuk ditonton, NO WAY lah. Maklum, kami sekeluarga besar dengan pemikiran yang simple saja, sedapat mungkin menjauhi yang tak dicontohkan oleh Rasulullah.

Saat Remaja
Jadilah saat di SD, tak satupun penyanyi yang jadi idola saya, meskipun begitu saya ikut ibu saya mendengarkan lagu-lagu Rafika Duri, Andi Meriem Matalatta atau Bimbo. Saya senyum-senyum saja saat pesta atau kumpul-kumpul dengan teman. Teman saya hampir semuanya hafal lagu penyanyi idola mereka. Mereka saja yang tak tahu, saya tak hafal satu lagupun! Paling banter saya kenal nama dan bagian chorusnya saja.

Sejak SMP, barulah saya mendengarkan lagu dari radio. Saat semua teman jadi fans berat Prambos, saya memilih dengar ElShinta, eh gak mau ikut arus lah ya. Begitu mereka pindah trend, saya teteup aja gak pindah saluran, bukan karena idola, karena ribet, paling pindah ke stasun lain yang acara past by midnightnya gak ada iklannya. Tapiiii, saya tetap tak hafal satu lagupun! Saya tak pernah membeli kaset tape lagu, karena saya tak menganggapnya perlu. Tapi teman-teman saya tak tahu, karena saya bisa mengikuti pembicaraan mereka. Saya memang tak punya kaset tape atau VHS penyanyi yang sedang trend, tapi saya selalu membaca majalah Seventeen dan Rolling Stones. "Gile lu bacaannya," saat ketahuan teman membeli majalah impor di Ratu Plaza. Saya senyum saja. Harga satu majalah bisa dipakai untuk membeli selusin tape, juga bisa mengkaver ketertinggalan saya dari semua yang berbau trendy. Impaslah.

Saat SMA, saya pindah sekolah ke pinggir kota. Mayoritas pelajarnya dari dua SMP, SMP 68 atau SMP 85. Mereka sangat kompak dan rata-rata aktif di Pramuka atau PMR. Semuanya fans berat Beatles. Sementara, saya dari SMP dengan beda cita rasa musik. Saya lebih suka Bon Jovi, Duran Duran, Phil Collins dan tentu saja Queen.

Lagi-lagi saya tak hafal satupun lagu-lagunya! Saya modal radio saja mendengarkan lagu-lagu tersebut, tak seperti teman-teman saya yang sampai mempunyai buku lagu dengan semua lirik dan notasi untuk main gitarnya. Mereka begitu berdedikasinya sampai tahu segala seluk beluk penyanyi dan latar belakang lagunya. Semua sampai kalah deh fans K-Boys sekarang! Hehehe...

Teman-teman saya masih menjadi fans berat dan setia dari penyanyi pujaan saat itu! Termasuk adik saya. Setiap ada konser atau acara digelar di Jakarta, mereka pasti muncul paling depan, atau bahkan jadi promotor acaranya!

Saya sekarang, Lagu, Musik
Sekarang saya jarang menyanyi. Suami dan anak-anak saya sangat peka telinganya. Mereka tak suka kalau saya ikut menyanyi saat ada lagu melantun. Ndak menghargai yang menyanyi kata mereka. Kalau mau menyanyi menyanyilah sendiri. Lha, sampai sekarang tak satu lagupun yang saya hafal! Paling banter hanya chorus satu lagu! Seringkali hilang semuanya dari memori.

Ingat saat tinggal di Jepang, seringkali kena tembak giliran nyanyi di Karaoke. Lagi-lagi saya ndak pernah punya CD lagu. Duh gimana nih, sementara saya gak mau buang uang buat beli CD yang gak bakal saya dengerin. Demi menjaga jangan sampai malu di depan umum, akhirnya deh sekali-sekali ikutan teman praktek karaoke! Lucu kalau ingat saat itu. Dengan $10 perjam bisa nyanyi sepuasnya. Ada tapinya, saya ndak tahu ternyata kalau lagu yang baru cuma muncul di tempat karaoke yang mahalan yang $30 sejamnya. Jadi setiap ada acara karaokean, saya bisanya lagu-lagu lama, model lagunya Teresa Teng atau Misora Hibari. Lagu nenek-nenek! Huaaaaa! Setelah hampir selesai masa studi baru deh bisa nyanyi lagu-lagu yang agak baruan.

Selama tinggal di USA, saya ndak pernah beli CD, karena sudah zaman download lagu sekarang. Kalau mau dengar satu lagu tinggal beli dari Amazon atau aneka store seperti iTunes. Lagi-lagi, saya masih tak hafal satu lagupun! Duh, gimana ya?

Tapi ada satu kejadian yang membuat saya terharu. Saya pernah mengunjungi seorang nenek yang usianya hampir 90 tahun. Saat beliau muda, dia suka menyanyi terutama lagu-lagu keagamaan. Sang nenek adalah seorang Yahudi reformis yang fanatik. Entah apa yang membuatnya memutar CD lagu-lagu keagamaan. Namun lagu-lagu itu seperti lantunan orang mengaji, dan seperti lagu gereja juga, sehingga tanpa sadar saya bisa mengikutinya. Sang nenek memeluk saya erat  sambil berlinangan air mata! "Kau genius! Kau seharusnya menjadi penyanyi Opera atau Cantor!" "Berpuluh tahun saya coba mengajarkan pada anak-anak saya, tak ada satupun yang bisa menyanyi seperti yang saya ajarkan, tapi kau belum pernah mendengarnya, bahkan tak bisa Yiddish atau Hebrew, tapi kau bisa langsung mengikutinya!"

Sejujurnya, saya tak tahu  dan tak hafal lagu-lagunya. Saya hanya bernyanyi seperti saat di karaoke, survival karena tak hafal dan tak tahu lagunya, jadi hanya improvasi semata, lha kebetulan lagu 3 CD kok ya bisa pas cengkoknya.

Tadinya, hanya satu yang lumayan bisa dishare antara saya dan anak-anak, lagu-lagu Queen! Akhirnya saya coba kenalkan pada mereka lagu-lagu lama yang saya pernah dengar. Di luar dugaan, banyak lagu yang mereka suka, lalu mereka browse sendiri. Thanks to Wiki dan Youtube. Sama seperti saya, mereka tak punya CD atau iPod, tapi mereka improvisasi dengan knowledge mereka sendiri dengan riset dari berbagai sumber. Saya kenalkan mereka juga dengan sejarah musik dan berbagai aliran musik di berbagai tempat dan masa. Sekali-sekali saya dan anak-anak bernyanyi bersama, dari O Mio Babino Caro, sampai I got a move like Jagger.

Saya tak pernah minder karena tak tahu lagu-lagu trendy. Juga tak pernah minder, karena tak punya kaset, CD, DVD atau berbagai alat musik lainnya. Saya menghargai lagu dan musik sebagai karya seni dan itu yang saya ingin teruskan kepada anak-anak saya, agar mereka respek dan menghargai lagu dan musik sebagai karya seni. Walau pada akhirnya, karya seni yang terindah adalah Al Qur'an.

Semoga anak-anak sayapun dapat mencapai ke tingkatan mendedikasikan diri kepada karya seni yang tertinggi dan terindah di dunia ini. Insya Allah. Aamiin Ya Robbal 'Alamiin.


Louisville, Februari 2014

Hani

No comments:

Post a Comment